Demikian pengalaman Afandi Sido saat sedang berjalan kaki di Jalan Magelang dekat batas kota Yogyakarta-Sleman, Sabtu (8/10/2011) sekitar pukul 18.30. Ia mengungkapkan peristiwa itu di Kompasiana, Senin (10/10/2011). Menurut Afandi, modus baru peminta-minta tersebut diperkirakan sudah berlangsung dalam setahun terakhir ini.
Berdasarkan penuturannya, di dekat pertigaan lampu merah di jalan tersebut, Afandi dihampiri seorang perempuan yang usianya diperkirkan 30 tahun. Perempuan itu digambarkan tidak cacat fisik dan mengenakan pakaian normal dengan sebuah tas jinjing di tangannya.
Perempuan tersebut menurut Afandi kemudian meminta uang untuk ongkos ke Terminal Giwangan dengan alasan tidak punya uang dan kemalaman. Uniknya, perempuan itu menentukan besaran permintaan, yakni Rp 8.000.
"Saya menolak memberi uang kepada perempuan itu karena nominal yang diminta terlalu tinggi dalam konteks 'minta begitu saja'. Apalagi, saat saya perhatikan, dandanannya tak mirip orang yang lelah kesasar atau mencari tumpangan. Bedaknya masih tersapu tipis kelihatan rapi, apalagi dengan gincu yang masih lembab," tulis Afandi.
Afandi mengaku tidak begitu terkejut dengan modus ini karena sebelumnya sudah sering memui orang-orang semacam perempuan tersebut. Ia menduga, penjelasan latar belakang yang dikemukakannya hanyalah akal-akalan untuk meminta uang. Sebab sejatinya, peminta-minta mengumpulkan uang dari kebaikan hati orang lain. "Saya menolak dengan halus," katanya.
Apakah modus peminta-minta bersifat tunggal? Bagaimana mengidentifikasi modus-modus lainnya yang diterapkan peminta-minta? Afandi mengungkapkannya lengkap disertai rujukan atau tautan peristiwa serupa yang dialami jurnalis warga lain di berbagai tempat dan waktu yang berbeda. Dalam tulisannya, ia juga memberi petunjuk mengenai ciri-ciri khas para peminta-minta itu.
jaman udah edan yah...
pengemis sekarang minta tarif.... ckckckckck
pengemis sekarang minta tarif.... ckckckckck
Tidak ada komentar:
Posting Komentar